Di tengah maraknya penipuan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dan korban perdagangan orang (trafiking) yang tak kunjung berhenti, desa Babakanmulya kini telah memiliki Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan TKI atau buruh migran asal Desa Babakanmulya. Tepatnya pada Minggu (8/3/09), Perdes tersebut ditetapkan di Balai Desa Babakanmulya Kecamatan Jalaksana Kabupaten Kuningan. Di Jawa Barat sendiri, Desa Babakanmulya merupakan desa yang pertama kali memiliki Perdes tentang Perlindungan Buruh Migran.
Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sedangkan perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perudang-undangan baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja Desa Babakanmulya merupakan salah satu desa yang memiliki warga cukup peduli terhadap persoalan perempuan. Tak heran jika desa tersebut segera bergegas melindungi warganya yang sebagian besar menjadi TKI. Salah satunya melalui Peraturan Desa (Perdes).
“Perdes itu disyahkan dalam sidang Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan diadakan secara terbuka yang dihadiri oleh ketua, beserta anggota, pemerintah desa, lembaga desa dan tokoh masyarakat. Jadi selama ini dari desa sangat mendukung adanya gagasan Perdes ini, meskipun awalnya ada sedikit perdebatan,” papar Sahudin yang akrab disapa pak Ulis.
Sahudin juga menambahkan, Perdes tersebut bukan untuk mempersulit warga yang berniat berangkat untuk menjadi TKI, melainkan untuk membantu dan melindungi warganya. Karena diakuinya, bekerja merupakan hak azasi manusia yang wajib dihormati. Sehingga diharapkan, Perdes mampu meminimalisir dan mengantisipasi berbagai bentuk penipuan terhadap calon TKI asal Desa Babakanmulya.
“Jadi, perlu dilakukan upaya perlindungan dengan membuat peraturan Desa Babakanmulya. Selain itu juga untuk menjamin adanya kepastian hukum, sehingga dipandang perlu menetapkan Perdes tentang perlindungan TKI asal Desa Babakanmulya.”
Melindungi dan Memberdayakan TKI
Dibuatnya Perdes perlindungan buruh migran, diakui Sahudin tidak bisa terlepas dari kegigihan sejumlah warganya yang tergabung dalam paguyuban yang membela dan melindungi buruh migran terutama TKW. Paguyuban tersebut di antaranya Paguyuban Kemuning dan Paguyuban Buruh Migran Kuningan (Bumiku). Awalnya kedua paguyuban tersebut menyatu, namun demi perkembangan organisasi, paguyuban tersebut dibagi menjadi dua agar lebih tersebar lagi ke masyarakat.
“Apalagi kini kian banyak warga Desa Babakanmulya bekerja sebagai TKI, namun sebagian besar dari mereka sering sekali terjebak tindak penipuan ketika akan berangkat. Belum lagi TKW yang menjadi korban kekerasan dalam bekerja,” ungkap Sahudin.
Sementara menurut ketua Paguyuban Bumiku, Titin Sahudin, terbentuknya paguyuban yang melindungi buruh migran awalnya atas masukan dan saran Castra Adji Sarosa, ketua Forum Warga Buruh Migran (FWBMI) Kabupaten Cirebon. Sehingga pada awal tahun 2005, tepatnya di bulan Februari, dibentuklah Paguyuban Kemuning. Namun dalam perkembangannya terbagi menjadi dua dengan terbentuknya Paguyuban Peduli Buruh Migran (P2BM), yang kemudian berubah nama menjadi Paguyuban Wanita Buruh Migran (PWBM) dan baru-baru ini berubah nama lagi menjadi Paguyuban Buruh Migran Kuningan (Bumiku).
“Kesadaran untuk mendirikan paguyuban memang sebagian besar muncul dari kaum perempuan. Namun lama kelamaan, mendapatkan respon yang baik dari kaum lelaki termasuk pemerintah desa sendiri kian mendukung kegiatan kami,” papar Titin Sahudin. Sampai saat ini, anggota paguyuban dari TKI dan mantan TKI semakin bertambah. Apalagi telah berkembang dengan mendirikan koperasi dan perpustakaan.
“Koperasi kami sampai saat ini terus berjalan, meskipun jumlahnya tidak seberapa, tapi bagi warga yang tidak mampu dan membutuhkan modal, pinjaman koperasi sangat berarti,” ujarnya.
Titin juga mengaku masih sering berkoordinasi dengan Castra yang selama ini mendukung terbentuknya paguyuban. “Terutama jika kami mendapatkan persoalan atau ada kasus yang cukup berat untuk diselesaikan. Karena kami mengerti bahwa pak Castra memiliki pengalaman lebih dalam menangani kasus.”
Untuk memperdalam pengetahuan anggota paguyuban dalam penanganan kasus, Paguyuban Bumiku membekali pengurusnya dengan menggelar pelatihan-pelatihan. Sedangkan untuk meyakinkan masyarakat, Paguyuban Bumiku menggelar sosialisasi melalui workshop, lomba-lomba, pertemuan-pertemuan, dan talkshow di radio Warabumi dan radio komunitas Baina FM.
Kini jumlah TKI yang terdaftar sebagai anggota paguyuban mencapai 113 orang. Sedangkan pengurus koperasi yang aktif, kini mencapai 27 TKI dan sejumlah anggota dari Rumah Baca Lestari. Sedangkan modalnya, Titin mengaku berasal dari iuran, berupa simpanan sukarela.
“Sekarang ada respon baik dari masyarakat dan dianggap baik oleh masyarakat. Mereka juga memiliki inisiaif untuk mengadakan sosialisasi. Dulu pernah ada warga yang menganggap kami sebagai perekrut tenaga kerja. Tapi setelah kami jelaskan, mereka mulai memahami bahwa kami tidak sebagai perekrut tenaga kerja. Insyaallah Perdes ini juga aspiratif, karena sebelumnya kami diskusikan dengan warga.”
di posting dari .. http://fahmina.or.id
Hi kawan, sekadar klarifikasi, tulisan ini berasal dari web http://fahmina.or.id bukan femina. yang menulis saya sendiri. terimakasih sudah ikut menyebarkan informasi ini, tapi tolong info sumbernya ditulis lagi yang tepat. terimakasih
BalasHapusini adalah blog saya: http://menjadikosong.wordpress.com
dan ini adalah web lembaga tempat saya bekerja: http://fahmina.or.id
hi jg ,iya mass, klo da info yg lbh bagus ksh info mass.
BalasHapus