Eksistensi Cirebon Girang didalam buku “Rintisan Penelusuran Masa Silam Sejarah Jawa Barat” diceritakan mulai dikenal sejak abad ke 15 M. Keberadaannnya tidak dapat dilepaskan pula dari eksistensi Indraprahasta dan Wanagiri.
Konon Wanagiri pada masa silam pernah menjadi bawahan Indraprahasta, lebih tepat jika merupakan gabungan dari Indraprahasta dan Wanagiri, mengingat keduanya sudah dikenal dan disebut-sebut pada masa Purnawarman bertahta di Tarumanagara. Indraprahasta pasca Purnawarman dikenal memiliki pasukan yang loyal terhadap Tarumanagara, bahkan berperan penting ketika Wisnuwarman menumpas pemberontakan Cakrawarman. Sedangkan Wanagiri pasca dikuasai Cakrawarman disebut-sebut dijadikan sebagai basis penting dari Cakrawarman. Sayang, referensi tentang Wanagiri sangat kurang dibandingkan kadaton lainnya.
Penyatuan Indraprahasta dengan Wanagiri pasca dibumi hanguskannya Indraprahasta oleh Sanjaya (Maharaja Sunda – Galuh, yang kemudian menjadi raja di Pulau Jawa), karena Indraprahasta dianggap pendukung penting dari kekuatan pasukan Purbasora yang berhasil mengusir Sena, ayah Sanjaya dari tahtanya (selanjutnya baca : pisuna di Galuh).
Kaitan Indraprahasta didalam pemberontakan ini karena raja Padmahariwangsa, raja Indraprahasta mempunyai putri sulung (Citrakirana) dipersunting oleh Purbasora (Galuh). Anak kedua diberinama Wirata, dikemudian hari bertahta sebagai raja Indraprahasta ke-14. Sedangkan putri bungsunya bernama Gangga Kirana dipersunting oleh Adipati Kusala raja Wanagiri, bawahan Indraprahasta. Pasca penghancuran Indraprahasta dan terbunuhnya Purbasora dan Wirata, kemudian Sanjaya mengangkat Kusala sebagai penguasa Indraprahasta dan Wanagiri dan berkedudukan di Wanagiri, ketika itu sudah menjadi bawahan Galuh.
Tentang Cirebon Girang pada periode berikunya disebut-sebut memiliki kaitan dengan keturunan dari Prabu Guru Pangadiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora yang bertahta di Kerajaan Sunda-Galuh (1357 – 1371). Sang Bunisora ketika itu bertindak sebagai pengganti raja setelah kakaknya (Prabu Wangi) gugur di Palagan Bubat.
Sang Bunisora dikenal pula sebagai Pandita Ratu yang memiliki sebutan tinggi keagamaan di jamannya, ia pun sangat toleran terhadap pemeluk agama lainnya, bahkan salah satu putranya, yakni Sang Bratalagawa, putera kedua Sang Bunisora yang usianya dua tahun lebih muda dari sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana, disebut sebut sebagai Haji Galuh Pertama dan dikenal dengan sebutan Haji Purwa Galuh.
Sang Bunisora dari permaisuri diantaranya peroleh putera, diantaranya ialah Giridewata atau Ki Gedeng Kasmaya, yang menjadi penguasa Kerajaan Cirebon Girang. Perubahan dari Wanagiri menjadi Carbon Girang setelah Ki Gedeng Kasmaya memiliki anak pertama bernama Ki Gedeng Carbon girang hasil perkawinannya dengan Ratna Kirana Puteri Prabu Gangga Permana. Berakhirnya Keraton Carbon Girang diperkirakan tahun 1445.
Pasca Pangeran Walangsungsang diangkat menjadi Kuwu Carbon II dengan gelar Pangeran Cakrabuwana menggantikan Ki Danusela, maka pada tahun 1447, wilayah carbon Girang disatukan dibawah kekuasaan Kuwu Carbon II. Untuk kemudian pada tahun 1454 ia diangkat oleh Raja Pajajaran (Prabu Silihwangi) untuk menjadi Tumenggung diwilayah tersebut dengan gelar Sri Mangana. Cirebon Girang sekarang hanya tinggal sebuha nama desa yang terletak di Cirebon Selatan.
sumber dari http://akibalangantrang.blospot.com
Konon Wanagiri pada masa silam pernah menjadi bawahan Indraprahasta, lebih tepat jika merupakan gabungan dari Indraprahasta dan Wanagiri, mengingat keduanya sudah dikenal dan disebut-sebut pada masa Purnawarman bertahta di Tarumanagara. Indraprahasta pasca Purnawarman dikenal memiliki pasukan yang loyal terhadap Tarumanagara, bahkan berperan penting ketika Wisnuwarman menumpas pemberontakan Cakrawarman. Sedangkan Wanagiri pasca dikuasai Cakrawarman disebut-sebut dijadikan sebagai basis penting dari Cakrawarman. Sayang, referensi tentang Wanagiri sangat kurang dibandingkan kadaton lainnya.
Penyatuan Indraprahasta dengan Wanagiri pasca dibumi hanguskannya Indraprahasta oleh Sanjaya (Maharaja Sunda – Galuh, yang kemudian menjadi raja di Pulau Jawa), karena Indraprahasta dianggap pendukung penting dari kekuatan pasukan Purbasora yang berhasil mengusir Sena, ayah Sanjaya dari tahtanya (selanjutnya baca : pisuna di Galuh).
Kaitan Indraprahasta didalam pemberontakan ini karena raja Padmahariwangsa, raja Indraprahasta mempunyai putri sulung (Citrakirana) dipersunting oleh Purbasora (Galuh). Anak kedua diberinama Wirata, dikemudian hari bertahta sebagai raja Indraprahasta ke-14. Sedangkan putri bungsunya bernama Gangga Kirana dipersunting oleh Adipati Kusala raja Wanagiri, bawahan Indraprahasta. Pasca penghancuran Indraprahasta dan terbunuhnya Purbasora dan Wirata, kemudian Sanjaya mengangkat Kusala sebagai penguasa Indraprahasta dan Wanagiri dan berkedudukan di Wanagiri, ketika itu sudah menjadi bawahan Galuh.
Tentang Cirebon Girang pada periode berikunya disebut-sebut memiliki kaitan dengan keturunan dari Prabu Guru Pangadiparamarta Jayadewabrata atau Sang Bunisora yang bertahta di Kerajaan Sunda-Galuh (1357 – 1371). Sang Bunisora ketika itu bertindak sebagai pengganti raja setelah kakaknya (Prabu Wangi) gugur di Palagan Bubat.
Sang Bunisora dikenal pula sebagai Pandita Ratu yang memiliki sebutan tinggi keagamaan di jamannya, ia pun sangat toleran terhadap pemeluk agama lainnya, bahkan salah satu putranya, yakni Sang Bratalagawa, putera kedua Sang Bunisora yang usianya dua tahun lebih muda dari sang Mahaprabu Niskala Wastu Kancana, disebut sebut sebagai Haji Galuh Pertama dan dikenal dengan sebutan Haji Purwa Galuh.
Sang Bunisora dari permaisuri diantaranya peroleh putera, diantaranya ialah Giridewata atau Ki Gedeng Kasmaya, yang menjadi penguasa Kerajaan Cirebon Girang. Perubahan dari Wanagiri menjadi Carbon Girang setelah Ki Gedeng Kasmaya memiliki anak pertama bernama Ki Gedeng Carbon girang hasil perkawinannya dengan Ratna Kirana Puteri Prabu Gangga Permana. Berakhirnya Keraton Carbon Girang diperkirakan tahun 1445.
Pasca Pangeran Walangsungsang diangkat menjadi Kuwu Carbon II dengan gelar Pangeran Cakrabuwana menggantikan Ki Danusela, maka pada tahun 1447, wilayah carbon Girang disatukan dibawah kekuasaan Kuwu Carbon II. Untuk kemudian pada tahun 1454 ia diangkat oleh Raja Pajajaran (Prabu Silihwangi) untuk menjadi Tumenggung diwilayah tersebut dengan gelar Sri Mangana. Cirebon Girang sekarang hanya tinggal sebuha nama desa yang terletak di Cirebon Selatan.
sumber dari http://akibalangantrang.blospot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar