CIREBON – Tahun baru Islam 1 Muharam 1431 H bagi Keraton Kanoman adalah hari yang bermakna. Keraton Kanoman pun menggelar pembacaan Babad Cirebon (Sejarah Cirebon) lengkap dengan serangkaian prosesinya untuk memperingati malam satu suro.
Peringatan malam 1 suro yang digelar keluarga dan kerabat Keraton Kanoman, Jumat malam, 18 Desember kemarin dimulai dengan ziarah ke Makam Sunan Gunung Jati di Desa
Serasa kembali ke masa kerajaan dulu, dengan menaiki replika kereta Paksi Nagaliman (kereta yang kerap di gunakan Sunan Gunung Jati pada masa kejayaannya), Pangeran Raja
”Tahun-tahun sebelumnya, memang tidak ada kegiatan ziarah kemakam Gunung Jati. Namun, pada tahun ini, kami mencoba mengembalikan tradisi yang pernah dilakukan pada leluhur kami,”papar juru bicara keraton Kanoman, Ratu Arimbi saat ditemui disela kegiatan.
Menurut Arimbi, ziarah dimaksudkan untuk doa bersama agar seluruh penerus keluarga Keraton di berikan keselamatan pada tahun mendatang. Tak lupa, dalam prosesi ini juga turut mendoakan keselamatan negara dari berbagai bencana dan cobaan.
Sebelum berziarah, Keraton menggelar pembacaan Babad Cirebon. Prosesi ini dilakukan Pangeran Kumisi atau seorang pejabat berpangkat satu tingkat dibawah Patih didampingi tujuh orang Panca Pitu (abdi dalem keraton yang selalu mengiringi setiap ritual) serta tujuh orang penghulu Masjid Agung Kasepuhan.
Beberapa tahun lalu, pembacaan Babad Cirebon kerap di gelar di Bangsal Witana yang berada di bagian belakang keraton. Konon, bangsal ini merupakan bangunan pertama yang berdiri di Cirebon. Namun, lima tahun ini pembacaan babad Cirebon di gelar di bagian tengah keraton yakni di Bangsal Made Mastaka yang dulu dijadikan sebagai singasana raja.
”Pembacaan babad Cirebon dialihkan ke Bangsal Made Mastaka sekitar 4 tahun lalu. Ini dilakukan setelah pemerintah kota Cirebon mengikuti kegiatan ini yang bertepatan dengan ulang tahun kota Cirebon,”papar Arimbi.
Prosesi pembacaan Babad Cirebon, terasa sakral saat pangeran kumisi memasuki Bangsal Made Mastaka. Dengan didampingi tujuh orang Panca Pitu dan tujuh orang penghulu Masjid Agung Kasepuhan, yang membawa empat lilin besar sebagai penerang prosesi pembacaan.
Prosesi ini pun dihadiri seluruh Muspida Kota Cirebon, serta para tamu undangan, dan ratusan masyarakat Cirebon yang sengaja ingin menyaksikan prosesi pembacaab Babad.
Babad Cirebon dikutip dari kitab Purwaka Caruban Nagari yang ditulis Wangsa Kerta pada tahun 1669. Kitab berbahasa Cirebon kuno ini, menceritakan tentang asal-usul Cirebon dan kisah pendiri Keraton Kanoman dan sedikit menyinggung keberadaan Keraton Kasepuhan, Kacirebon dan Keprabonan.
Pangeran Walangsungsang dan Ratu Mas Rarasantang yang merupakan putra-putri Prabu Siliwangi, bermaksud ingin mempelajari agama islam. Pengembaraan keduanya hingga masuk ke Pesisir utara pulau Jawa. Mereka menemui sejumlah ulama islam. Kisah perjalanan paman dan ibu Sunan Gunung Jati hingga membuka sebuah padepokan bernama Caruban atau Cirebon, menjadi pokok cerita dalam tradisi pembacaan babad Cirebon ini.
Tamu undangan dan masyarakat yang menghadiri acara tersebut, tidak seluruhnya dapat masuk kedalam bangsal. Namun, pihak keraton memfasilitasi mereka dengan memasang layar lebar tepat di bagian depan keraton
Tidak ada komentar:
Posting Komentar