Rabu, 19 Mei 2010

Cirebon Islam

Banyak tulisan yang mengulas bahwa Kesultanan Cirebon adalah enititas Kerajaan Islam yang berkuasa pada abad ke 15 hingga abad ke 16 M. Kesultanan Cirebon terletak di pantai utara pulau jawa. Saat ini berada pada perbatasan jawa tengah dengan jawa barat membuat kesultanan Cirebon menjadi “jembatan” antara kebudayaan jawa dan Sunda. Sehingga, di Cirebon tercipta suatu kebudayaan yang khas, yaitu kebudayaan Cirebon yang tidak didominasi oleh kebudayaan Jawa maupun kebudayaan Sunda.

Mungkin ada benarnya tulisan tersebut jika budaya Sunda diukur pada pasca kekuasaan Islam di Cirebon, dan Cirebon memiliki hubungan yang erat dengan Demak, namun menjadi aneh ketika sejarah Cirebon dijadikan alat amputasi untuk menunjukan wilayah kebudayaan Sunda. Hal ini akan sama hal nya dengan peristiwa pemisahan budaya Sunda dengan Galuh pasca Galuh memerdekakan diri sampai dengan abad ke 16.
Dilihat dari kesejarahan Sunda, batas wilayah dan budaya Sunda akan sangat jelas dalam catatan lain tentang tungtung sunda :

Pertama, berdasarkan Naskah Bujangga Manik, yang mencatat perjalanannya pada abad ke-16, mengunjungi tempat-tempat suci di Pulau Jawa dan Bali, naskah tersebut diakui sebagai naskah primer, saat ini disimpan di Perpustakaan Boedlian, Oxford University, Inggris sejak tahun 1627, batas kerajaan Sunda di sebelah timur adalah sungai Cipamali (sering disebut kali Brebes) dan sungai Ciserayu (sering disebut Kali Serayu) Jawa Tengah. Sering juga disebut Tungtung Sunda.

Kedua, menurut Tome Pires (1513) dalam catatan perjalanannya, Summa Oriental menyebutkan batas wilayah kerajaan Sunda : ada juga yang menegaskan, kerajaan Sunda meliputi setengah pulau Jawa. Sebagian orang lainnya berkata bahwa kerajaan Sunda mencakup sepertiga pulau Jawa ditambah seperdelapannya lagi. Keliling pulau Sunda tiga ratus legoa. Ujungnya adalah Cimanuk.

Ketiga, wilayah sunda warisan Tarumanagara tentunya seluas Tarumanagara itu sendiri. Ketika Sang Purnawarman wafat, Tarumanegara membawahi 46 kerajaan daerah. Jika dibentang kan dalam peta daerah tersebut meliputi Banten hingga Kali Serayu dan Kali Brebes Jawa Tengah. Paska pemisahan Galuh secara praktis kerajaan Sunda terbagi dua, sebelah barat Sungai Citarum dikuasai Sunda (Terusbawa) dan sebelah Sungai Citarum bagian timur dikuasai Galuh (Wretikandayun)Cirebon tidak dapat dipisahkan dari entitas kerajaan yang berada di wilayah baratnya, baik pada masa pra islam maupun masa sesudahnya.

Cirebon pada masa islam awalnya sebuah dukuh kecil yang dibangun Ki Gedeng Tapa. Cerita ini mendasarkan pada serat Sulendraningrat yang merujuk pada naskah Babad Tanah Sunda. Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai dan diberi nama caruban. Konon nama ini merujuk pada kondisi penduduk yang bercampur dengan para pendatang dari beraneka bangsa, agama, bahasa, dan adat istiadat.

Dalam perkembangan selanjutnya, kisah masyarakat dan budaya Cirebon mengalami kondisi yang sama seperti pertumbuhan kota Jakarta, sebelumnya bernama Kalapa yang berada di wilayah Sunda. Namun pasca masuknya islam dan dijadikannya sentra perdagangan lambat laun dianggap memiliki entitas tersendiri, lepas dari masyarakat Sunda. Mungkin menjadi sulit menelusuri awal sejarahnya yang hakiki, namun hal ini dapat diurai secara baik jika para sejarawan dapat melepaskan diri dari syak tentang awal pertumbuhannya.

Dalam kisah lain diceritakan bahwa Ki gedeng Tapa, seorang saudagar kaya di pelabuhan Muarajati, membuka hutan dan membangun sebuah gubuk. :Saat itu bertepatan pada tanggal 1 Sura 1358 (tahun jawa) atau pada tahun 1445 M. Sejak saat itu, mulailah para pendatang menetap dan membentuk masyarakat baru di desa caruban. Kuwu atau kepala desa pertama yang diangkat oleh masyarakat baru itu adalah Ki Gedeng Alang-alang. Sebagai pangraksabumi diangkatlah raden Walangsungsang, dengan gelara Ki Cakrabumi. Ia adalah putra Sri Baduga (Pamanah Rasa) dari Subanglarang, putri Ki Gedeng Tapa. Setelah Ki Gedeng Alang-alang meninggal walangsungsang diangkat sebagai Kuwu pengganti ki Gedeng Alang-alang dengan gelar pangeran Cakrabuana.

Pasca wafatnya Ki Gedeng Tapa, pangeran cakrabuana tidak meneruskannya disana, melainkan mendirikan istana Pakungwati, dan membentuk pemerintahan cirebon. Dengan demikian yang dianggap sebagai pendiri pertama kesultanan Cirebon adalah pangeran Cakrabuana.

Seusai menunaikan ibadah haji, cakrabuana disebut Haji Abdullah Iman, dan tampil sebagai raja Cirebon pertama yang memerintah istana pakungwati, serta aktif menyebarkan islam.Pada tahun 1479 M, kedudukan Cakrabuana digantikan oleh keponakannya, putra adik cakrabuana, yakni Nyai Rarasantang, dengan Syarif Abdullah dari Mesir. Keponakan Cakrabuana itulah yang bernama Syarif Hidayatullah (1448 – 1568 M). Setelah wafat, Syarif Hidayatullah dikenal dengan nama sunan Gunung Jati.

Syarif Hidayatullah kemudian diyakini sebagai pendiri dinasti kesultanan Cirebon dan Banten, serta menyebarkan islam di majalengka, Kuningan, kawali Galuh, Sunda Kelapa, dan Banten. Syarif Hidayatullah pun dikenal sebagai salah satu Wali Sembilan (Songo).

Kisah Syarif Hidayatullah diyakini pula sebagai pendiri Cirebon, sebagaimana saat ini ada dua versi yang berbeda, tentang hari jadi Cirebon. Ada versi yang merujuk pada saat Cirebon menyatakan sebagai negara Mahardika dari Pajajaran sebagai hari jadi Cirebon dan ada pula yang mengambil dari perjalanan Cakrabuana pertama membuka wilayah Cirebon.

Mitos lainnya dimasyarakat ada yang beranggapan bahwa Cirebon lebih tua dari Banten. Hal ini bukan karena tidak diketahuinya latak Salakanagara di Banten secara pasti, melainkan ada kaitannya dengan kisah ekspansi Cirebon ke Banten pada jaman Hasanudin yang dibantu ayahnya, yakni Syarif Hidayattullah, sehingga Cirebon dianggap sebagai pendiri Banten (islam).

Cirebon makin berkembang pasca runtuhnya kerajaan-kerajaan non islam di wilayah Jawa Barat. Pada masa tersebut bisa dikatakan Cirebon sebagai puseur kekuasaan. Namun banyak pula yang akhirnya ditafsirkan berbeda, seperti memisahkan Cirebon dari entitas masyarakat sebelumnya. Padahal sejak jaman kerajaan awal (Tarumanaga), Cirebon berada di wilayahnya.

4 komentar:

  1. Kunjungan Malam Dari Blogger Cirebon kang Adhi, Majasri ne teng pundi? kita majasri wetan

    BalasHapus
  2. Bener2 bloge wong cerbon kih, lanjut terus bro

    BalasHapus
  3. eh kang rudin.. aku majasri nya sebelah masjid..
    berarti blok karang anyar...
    kang rudi apsti tahu...

    BalasHapus
  4. pa Arie ... bener banget pa. thanks banget ni pa atas dukungan nya,klo bisa bantu cari informasi tentang cirebon pa....

    BalasHapus